Nasehat Dan Fatwa Jihad
NASEHAT DAN FATWA JIHAD
Oleh
Syaikh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi Al-Harby
Segala puji milik Allah, kita memuji, meminta tolong dan mohon ampunan kepadaNya. Kita berlindung kepada Allah dari keburukan diri dan amalan kita. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tiada yang dapat menunjukinya.
Saya bersaksi tiada yang berhak untuk diibadahi semata-mata karena Allah, tiada sekutu bagiNya. Dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Semoga shalawat dan salam serta berkah Allah senantiasa (dilimpahkan) kepadanya, kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya dan kepada orang-orang yang mengikuti langkah serta berjalan di atas manhajnya, mengikuti cara dan sunnah-sunnahnya hingga hari kiamat.
Adapun selanjutnya :
Sesungguhnya saya ingin menasehati saudara-suadara kaum muslimin di Indonesia dengan beberapa nasehat, dan saya berharap semoga saya ikhlas dalam nasehat ini serta semoga tujuan nasehat ini pun adalah wajah Allah dan kampung akhirat.
Dalam nasehat ini saya mengajak diri saya dan kaum muslimin untuk selalu bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan tersembunyi atau terang-terangan, baik atau buruk, senang atau susah. Sebab bertakwa kepada Allah merupakan penyebab segala kebaikan.
Saya juga berwasiat agar berpegang teguh kepada tali Allah yang kokoh, saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا
“Dan berpegang teguhlah kamu dengan tali Allah dan janganlah berpecah-belah (berfirqah-firqah)” [Ali Imran/3 : 103]
Dan firman Allah.
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” [Al-Maidah/5 : 2]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Seorang muslim dengan muslim lainnya saling mengokohkan sebagian atas yang lainnya” [1]
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Perumpamaan kaum muslimin dalam berkasih sayang dan saling mencintai serta lemah lembut sesama mereka, bagaikan satu tubuh, apabila sebagian sakit maka anggota lainnya akan merasakan sakit” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Dan juga saya mewasiatkan kepada kaum muslimin agar mengembalikan setiap sesuatu yang diperselisihkan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Firman Allah
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri (ulama dan umara) diantara kalian. Dan jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, yang demikian itulah yang paling baik akibat dan akhirnya” [An-Nisa/4 : 59]
Semuanya ini tidak mungkin terjadi, kecuali dengan mengembalikan (perselisihan tersebut, pent) kepada ulama umat ini dan kepada pemahaman Salafus shalih.
Allah berfirman
وَاِذَا جَاۤءَهُمْ اَمْرٌ مِّنَ الْاَمْنِ اَوِ الْخَوْفِ اَذَاعُوْا بِهٖ ۗ وَلَوْ رَدُّوْهُ اِلَى الرَّسُوْلِ وَاِلٰٓى اُولِى الْاَمْرِ مِنْهُمْ
“Dan kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)” [An-Nisa/4 : 83]
Firman Allah
فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ
“Maka bertanyalah kepada ahli ilmu apabila kalian tidak mengetahui” [An-Nahl/16 : 43, Al-Anbiya/21 : 7]
Firman Allah Ta’ala.
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka (tentang agama) agar dapat memberikan peringatan kepada kaumnya ketika mereka kembali, agar supaya mereka dapat menjaga dirinya” [At-Taubah/9 : 122]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya ilmu itu adalah dengan belajar dan sifat santun itu adalah dengan belajar untuk sopan santun” [Hadits Hasan Riwayat Ad-Daruquthni dalam Al-Afrad dan Khathib Al-Bagdadi dari Abu Hurairah juga oleh Khathib Al-Bagdhadi dari Abu Darda (Lihat As-Shahihah no. 342)]
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Hendaklah ilmu itu dibawa oleh orang-orang yang adil pada setiap generasi, yang akan memberantas penyimpangan pada orang-orang yang ghuluw (berlebihan) dan memberantas jalan orang-orang yang batil serta ta’wil orang-orangyang bodoh” [Hadits Hasan lihat Tasfiyah wa Tarbiyah hal.24 karya Syaikh Ali Hasan]
Maka kewajiban para pemuda adalah untuk kembali kepada ulama Rabbani yang selalu memutuskan sesuatu dengan hak dan senantiasa berbuat adil.
Hendaklah mereka memilih para ulama yang betul-betul berjalan di atas petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta mengikuti beliau (dalam) perkataan, amalan atau iti’qad.
Senantiasa berpatokan di atas nash-nash syar’i dalam menerima fatwa yang datang dari mereka. Khususnya dalam masalah-masalah yang penting atau masalah-masalah yang memerlukan ketelitian pandangan atau ijtihad diatas bimbingan cahaya nash-nash syar’i seperti masalah Jihad. Karena kita ini hidup di zaman yang penuh dengan omong kosong dan banyaknya orang yang berani berfatwa tanpa ilmu, banyak yang mengaku sebagai ahli ilmu, serta banyaknya yang berani mentakwil nash-nash syar’i dan mempermainkannya sesuai dengan kehendak dan fikiran-fikiran yang rusak untuk memperkuat bid’ah, mengikuti hawa nafsu mereka atau karena sebuah kepentingan.
Tidak diragukan lagi bahwasanya jihad tetap ada sampai hari Kiamat dan hendaklah kaum muslimin tetap berusaha menegakkannya dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa yang mati dan tidak pernah berjihad atau tidak pernah berniat dalam hatinya untuk berjihad, maka ia mati di atas cabang kemunafikan” [Hadits Riwayat Muslim kitab Al-Imarah]
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Tidak satu pun kaum yang meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali mereka hina”.
Jihad tetap disyariatkan bersama pemimpin kaum muslimin yang baik atau yang jahat sehingga Allah mewariskan bumi dan apa-apa yang di dalamnya (kepada kaum muslimin).
Akan tetapi manusia pada zaman ini terbagi menjadi beberapa (golongan) dalam masalah jihad.
Sebagian mereka mengatakan bahwasanya kewajiban jihad itu sudah tidak ada lagi yang ada hanya jihad melawan hawa nafsu, (mereka) membodoh-bodohi masyarakat dengan hadits-hadits palsu atu dusta seperti.
“kita telah kembali dari jihad yang kecil kepada jihad yang benar”.
Yang mereka maksud dengan jihad yang kecil adalah jihad melawan musuh-musuh Islam dan yang mereka maksud dengan jihad yang besar ialah jihad melawan hawa nafsu, (padahal ,-pent). Jihad yang mana lagi yang lebih besar daripada seorang muslim yang mengorbankan jiwanya di jalannya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk meninggikan kalimat Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Inilah pendapat sebagian orang-orang sufi dan sebagian jama’ah yang muncul pada zaman ini, mereka mengajak manusia melancong mengatas namakan dakwah kepada Allah tanpa ilmu dan pemahaman terhadap agama Allah. Bahkan mereka hanya berjalan-jalan kesana kemari sepanjang tahun tanpa merealisasikan sedikitpun hal-hal yang berarti, khususnya yang berhubungan dengan perbaikan aqidah dan faktor-faktor yang dapat merusaknya berupa syirik, bid’ah atau maksiat.
Dan ada lagi kelompok yang menamakan sesuatu dengan jihad padahal ia bukan jihad. Mereka membunuh kaum muslimin dimana-mana dan menyalakan api peperangan dalam negeri kaum muslimin sendiri dengan mengatas namakan jihad. Bahkan mereka beranggapan bahwasanya negeri kaum muslimin adalah negeri yang pantas untuk diperangi sebab di dalamnya terdapat maksiat-maksiat atau penyelewengan-penyelewengan dan tidak berhukum kepada hukum Allah kecuali negeri yang dirahmati Allah seperti kerajaan Saudi Arabia sekarang ini, yang alhmadulillah masih berhukum syari’at Allah pada seluruh aspek kehidupan.
Kelompok yang menamakan jihad pada sesuatu yang bukan jihad, yang menghalalkan darah kaum muslimin dan harta mereka dan menghancurkan kekuatan dan sumber kehidupan mereka bahkan tempat-tempat penting mereka, apa-apa yang mereka lakukan ini membuat orang ragu terhadap niat kelompok ini yang kemungkinan ditunggangi oleh kelompok-kelompok Zionis atau Freemansonry maupun kelompok yang berbahaya lainnya yang ingin mengadu domba kaum muslimin.
Dan ada lagi kelompok yang dengan beraninya memfatwakan kewajiban jihad dengna hukum fardhu ‘ain terhadap setiap muslim, meskipun jumlah kaum muslimin tidak memadai, tanpa persiapan yang cukup, tanpa kekuatan ataupun Imam yang memimpin jihad tersebut.
Fatwa ini jauh sekali menyimpang dari manhaj yang haq dan nash-nash syar’iyah yang menerangkan batasan-batasan jihad.
Sebagaimana yang telah saya terangkan, bahwasanya jihad tetap ada sampai hari kiamat sehingga Allah mewariskan bumi dan apa yang ada di dalamnya (kepada kaum muslimin).
Jihad menjadi fardhu ‘ain kepada setiap kaum muslimin apabila : “Imam memerintahkannya, khususnya ketika negeri kaum muslimin diserang atau dijajah, dan kaum muslimin memiliki kekuatan serta adanya panji Islam yang berkibar dan jelas adanya maslahat daripada jihad tersebut, seperti ; tidak terjadi perkara yang lebih rusak atau sama (kerusakannya) yang memudharatkan Islam dan kaum muslimin dan kaum muslimin dalam keadaan bersatu padu”
Jika tidak terdapat syarat-syarat ini maka hukum jihad adalah fardu kifayah. Hukum jihad fardhu kifayah atau fardhu ain sesuai dengan keadaan tertentu.
Jihad menjadi fardhu kifayah apabila tujuannya untuk menolong dakwah di luar negeri kaum muslimin yang mana Imam tidak mewajibkan kepada setiap orang tetapi hanya mengajurkan secara umum.
Apabila keadaan seperti ini maka jihad adalah fardhu kifayah yang berarti jika sebagian telah menunaikannya maka gugurlah (kewajiban) yang lainnya.
Adapun jika seorang imam mewajibkan kepada kaum muslimin sedangkan kaum muslimin memiliki kekuatan, jumlah mencukupi, persiapan matang yang besar kemungkinan akan menang dalam peperangan itu, maka jihad seperti ini hukumnya menjadi fardhu ‘ain.
Adalagi perkara yang lain yang tidak mungkin dikatakan fardhu kifayah atau fardhu ‘ain, yaitu menolong kaum muslimin ketika negeri mereka dirusak, kehormatan mereka diinjak, atau mereka dizalimi sementara tidak ada panji jihad yang berkibar, maka yang ada hanyalah menolong secara umum karena kaum muslimin tidak memiliki jumlah yang cukup, tidak memiliki perlengkapan yang matang atau kekuatan yang memadai.
Apabila keadaan seperti ini, seperti yang terjadi di Bosnia Herzegovina, Kosovo, Chechnya atau yang lainnya, maka yang ada ialah menolong dan memperkuat barisan kaum muslimin secara umum, namun tidak dinamakan fardhu kifayah atau fardhu a’in yang wajib untuk ikut di dalamnya. Namun kewajiban kaum muslimin secara umum ialah menolong saudara mereka dengan harta. Siapa yang ikut bersama mereka untuk membela negerinya maka ini adalah baik dan diharapkan. Karena tidak adanya panji jihad maupun persiapan yang memadai yang menjadi faktor penyebab datangnya pertolongan Allah.
Tetapi seperti apa yang saya katakan, yang ada di waktu itu adalah tolong menolong dan bahu membahu bersama kaum muslimin sesuai dengan kemampuan kita. Tetapi jangan sampai kita menyesatkan pemuda-pemuda Islam dengan mengatakan bahwa “ Jihad ini adalah wajib kalian lakukan sehingga jika kalian tidak ikut akan berdosa” ini jelas tidak benar. Yang wajib bagi kaum muslimin ialah menolong saudara-saudara mereka yang didzalimi semampu dan sekuat tenaga dimanapun mereka berada.
Dan apa yang terjadi sekarang di kepulauan Maluku, Indonesia, maka tidak diragukan lagi bahwa menolong kaum muslimin di situ dan memperkuat barisan mereka serta benar-benar berusaha menolong mereka secara moril maupun materil adalah perkara yang mesti bagi kaum muslimin. Marilah kita bersungguh-sungguh untuk menolong mereka dengan apa yang kita sanggupi secara moril maupun materil, namun tidak memfatwakan kepada para pemuda Indonesia bawasanya wajib untuk pergi ke pulau itu dan mengumumkan jihad tanpa adanya seorang Imam, atau sengaja membangkitkan semangat mereka untuk melakukan hal ini sementara mereka berada diantara dua api.
Api Nasrani yang merupakan mayoritas penduduk pulau itu dan peringatan pemerintah Indonesia yang akan menghalangi setiap pergerakan yang menamakan jihad. Maka saya berpendapat :
Fatwa yang mewajibkan berjihad kepada para pemuda dan memanasi mereka akan mengakibatkan bahaya dan kebinasaan serta akan mengantarkan pemuda menjadi santapan lezat bagi musuh-musuh Islam dan yang mengikuti mereka yaitu golongan sekuler.
Tidak pantas untuk berfatwa dan mewajibkan jihad dan berangkat ke pulau itu ditengah-tengah keadaan seperti itu. Sebab perlu adanya pertimbangan antara maslahah dan mafsadah. Ketahuilah, bahwasanya pergerakan jihad apapun yang akan mengantar kaum muslimin kepada jurang kehancuran atau petaka atau menyebabkan mereka balik dikuasai maka hal demikian, tidaklah sedikitpun disebut jihad.
Siapa yang berfatwa demikian, maka hendaklah ia takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan supaya jangan membawa muslim Indonesia kepada perkara yang tidak mereka sanggupi dan agar jangan menjadikan mereka makanan lezat bagi musuh. Karena jihad bukanlah perasaan atau slogan-slogan, tetapi mesti terpenuhi syarat-syarat yang telah saya terangkan pada awal kaset ini.
Tolonglah saudaramu dengan harta dan apapun yang kamu sanggupi berupa bantuan dan memperkuat barisan mereka. Akan tetapi hati-hatilah janganlah kamu mengantarkan pemuda-pemuda Islam kepada perkara yang tidak mereka sanggupi.
Kalianpun mengetahui bagaimana biografi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 13 tahun di Makkah dan 2 tahun di Madinah, tidaklah diangkat panji jihad kecuali setelah kaum muslimin memiliki kekuatan, negara dan persiapan yang memungkinkan mereka untuk berjihad menghalangi musuh Allah. Adapun tanpa hal yang demikian, maka saya tidak sependapat dengan kalian yang akan mengantar pemuda Islam yang bersemangat ke jurang kehancuran dan malapetaka.
Berapa banyak fatwa-fatwa seperti ini telah terjadi semenjak puluhan tahun yang lalu, sebagaimana yang terjadi pada kebanyakan kelompok yang memiliki pimpinan yang merasa mempunyai tugas seperti tugasnya para pemimpin (Imam) padahal mereka tidak memiliki ilmu tentang agama ini, lalu mereka memberi semangat kepada para pemuda atau mewajibkan untuk pergi ke tempat tertentu dengan alasan bahwa jihad ke tempat tersebut adalah wajib.
Hasil dari fatwa ini adalah dihabisinya para pemuda yang malang ini, sia-sialah pengorbanan mereka akibat beraninya berfatwa seperti ini.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
“Janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggung jawaban” [Al-Isra/17 : 36]
Jauhilah oleh kalian, untuk menyia-nyiakan pemuda-pemuda Islam dengan fatwa seperti ini. Tetapi bersungguh-sungguhlah untuk menolong saudaramu sesuai dengan kesanggupanmu baik berupa moril maupun materil.
Adapun dirusaknya pemuda-pemuda Islam dengan fatwa seperti ini, sehingga mereka dihabisi maka yang saya takutkan adanya pembonceng dari trik-trik musuh Islam untuk mengumpulkan para pemuda Islam di pulau itu kemudian mereka dihabisi.
Takutlah kamu kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, namakanlah sesuatu dengan namanya dan jauhilah (sikap) untuk berani memberi fatwa, kembalilah kepada para ulama, takutlah kepada Allah, pada setiap apa yang kamu ucapkan dan fatwakan karena kamu pasti akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah. Jangan sia-siakan para pemudah Islam dibelakang fatamorgana dan fatwa yang tidak bersandarkan kepada dalil syar’i dan tidak berpijak pada timbangan maslahah dan mafsadah yang merupakan kaidah syar’iyah yang diakui oleh para ulama.
Takutlah kalian kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Takutlah pada hari yang kalian dikembalikan kepada Allah kemudian setiap jiwa dibalasi dengan apa yang mereka usahakan.
Kita berdo’a kepada Allah dengan nama-namanya yang baik dan sifat-sifatNya yang tinggi untuk memberi taufiq kepada kaum muslimin dimanapun mereka berada dengan apa yang menyebabkan kecintaan dan keridhaanNya. Dan semoga Allah memelihara kaum muslimin di Indonesia dan di setiap tempat dari segala keburukan. Dan semoga Allah senantiasa meninggikan kalimatNya, serta menghinakan musuh-musuhNya.
Sesungguhnya Allah-lah yang mengatur perkara tersebut dan maha mampu untuk hal yang demikian.
Akhir dari do’a kita adalah Alhamdulillahir Rabbil A’lamin.
Semoga shalawat, salam, berkah senantiasa kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Saudaramu
Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi Al-Harby
Staf Pengajar di Universitas Islam Madinah dan Guru di Masjid Nabi
28 Dzulhijjah 1420H
HUKUM BERANGKAT UNTUK BERJIHAD DI MALUKU
Kepada Fadlilatusy Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Hafizhahullah Ta’ala
Bismillahirrahmanirrahim
Barangkali anda, Fadlilatus Syaikh telah mendengar perihal kekacauan di negeri kami, khususnya di sebagian kota di wilayah Indonesia bagian timur, tentang kebiadaban orang-orang Nasrani terhadap kaum Muslimin dengan melakukan pembantaian massal dan memotong-motong anggota tubuh korban di jalanan, perihal perkosaan dan pengrusakan masjid-masjid yang menjadi tempat perlindungan kaum Muslimin. Namun tidak sedikit tindakan dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut.
Pertanyaanya, apakah kaum muslimin Indonesia dibolehkan menolong saudara-saudaranya yang bertempur di kota-kota lain serta berangkat jihad, ataukah harus dengan izin Imam (pemerintah)?
Perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia telah tenggelam dalam pertarungan politik dan ekonomi, dan tidak akan memberikan izin kepada seorangpun untuk melakukan jihad, dan pemerintah tidak mengambil langkah-langkah nyata untuk menghentikan pembantaian yang keji tersebut. Berikanlah fatwa kepada kami, semoga Allah memberikan keberkahan kepada Anda
Ikhwan Indonesia
15 Dzulqa’dah 1420H
Jawaban
Alhamdulillahir Rabill Alamain. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka dengan baik sampai hari kiamat.
Apabila peperangan tersebut peperangan dalam rangka membela diri, ini dibolehkan. Ya’ni seandainya seorang Nasrani mendatangi rumah salah seorang Muslim untuk menginjak-injak kehormatannya, maka ia berhak membela diri, meskipun dengan membunuh. Adapun disuruh pergi untuk berjihad, ini tidak diperbolehkan kecuali dengan izin imam, ya’ni pemerintah di negeri tersebut.
Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga Dia melenyapkan segala bencana dan keburukan dari kaum Muslimin, dan semoga memberikan kemenangan Islam terhadap wilayah Indonesia, karena kemenangan itu tidak dapat diperoleh kecuali dengan pertolonganNya.
Sudah dimaklumi bahwa tindakan makar kaum Nasrani terhadap Islam dan para pemeluknya sangat dahsyat di mana-mana. Namun, ini merupakan pintu kemenangan bagi kaum Muslimin, sehingga mereka mengetahui musuh-musuh mereka secara nyata.
Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga Dia menolong kaum Muslimin di segala tempat dan menghancurkan orang-orang Nasrani beserta antek-anteknya. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.
22 Dzulqa’dah 1420H
Muhammad Al-Utsaimin
PERSOALAN FITNAH YANG TERJADI DI MALUKU
Oleh
Syaikh Dr Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili
Pertanyaan
Syaikh Dr Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili ditanya : Yang ketiga, tentang persoalan fitnah yang terjadi di Maluku
Jawaban
Tentang apa yang terjadi di pulau Maluku, sudah lama beredar dikalangan saudara-saudara kami (ikhwah) banyak berita dari mereka, dan kami telah bertemu dengan sebagian saudara (kami itu), khusus berkenaan dengan masalah ini. Kami telah jelaskan bahwa pendapat (peryataan) yang kami yakini dan dengannya kami beragama kepada Allah Azza wa Jalla, ialah seperti yang diyakini oleh banyak masyaikh kita semisal Syaikh Shalih As-Suahimi, Syaikh Ubaid Al-Jabiri, Syaikh Shalih … ada di dalamnya … para Syaikh seperti Syaikh Abdus Salam As-Suhaimi, Syaikh Sulaiman, Syaikh …. (yakni) sejumlah besar (Ulama) telah berkumpul di tempat Syaikh Shalih As-Suhaimi dengan dihadapi oleh sebagian ikhwah yang datang dan pernah bergabung dalam kegiatan-kegiatan operasi ini. Kami jelaskan kepada mereka bahwa ini bukan jihad, sebab sesungguhnya jihad harus dibawah panji-panji Islam, dibawah panji-panji seorang imam yang sudah disahkan dengan bai’at.
Adapun mereka, orang-orang yang memulai jihad, mereka sudah ada dibawah ikatan bai’at terhadap seorang penguasa Muslim meski apapun yang pernah ia (penguasa itu) lakukan. Kita tidak tergesa-gesa menghukumi orang dan kita tidak boleh keluar (untuk memberontak) lantaran hanya ada syubhat di zaman fitnah.
Kemudian, juga tidak bisa dibayangkan bahwasanya dapat terjadi sesuatu yang mengharuskan jihad hanya karena permusuhan orang-orang Nasrani terhadap kaum Muslimin.
Sesungguhnya jihad menjadi wajib hanya ketika mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Adapun apabila disana tidak ada kemampuan untuk berperang, (tidak ada) kemampuan dalam persiapan, maka tidak boleh. Bahkan bisa jadi perlu dibayarkan jizyah (pajak kepala yang dibayarkan sebagai jaminan keamanan) kepada orang-orang kafir (jika keadaan memaksa) sebagai imbalan pemeliharaan terhadap jiwa-jiwa kaum Muslimin.
Adapun ada sekelompok kecil yang datang untuk menghadapi pasukan tentara yang sudah dipersiapkan dengan persiapan yang kuat ; memiliki peralatan militer (lengkap) dan memiliki pengalaman perang, kemudian (keompok kecil ini) keluar menghadapi mereka dengan tujuan jihad, maka hal ini tidak diajarkan oleh syari’at dan mereka (kelompok kecil itu) tidak diperintahkan untuk demikian.
Selanjutnya nasihat saya kepada saudara-saudara di sana (Indonesia), hendaknya mereka berpegang pada pengarahan para ulama dan telah dijelaskan oleh para ulama dengan penjelasan yang rinci tentang apa yang wajib bagi para saudara tersebut, yaitu agar mereka menarik kembali kekuatan-keuatan merekan dan meninggalkan perkara ini. Agar mereka membela kaum muslimin dengan mengangkat persoalan ini kepada orang-orang yang berwenang mengurusi urusan mereka di negeri mereka, dan dengan memberikan nasihat kepada orang-orang berwenang ini. Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla memberikan taufiq kepada para penguasa tersebut untuk kemaslahatan (kebaikan) kaum Muslimin dan menghilangkan kesulitan mereka.
Inilah …semoga shalawat Allah, salam dan barakahNya tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Th. IV/1421-2000M dan As-Sunnah Edisi 03/Th. V/1421-2001MDiterbitkan oleh Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1987-nasehat-dan-fatwa-jihad.html